jalan sufi: wasilah amal, multiplier effect, kenyataan di dunia sekarang
Sekadar belajar menulis, maafkan bila keliru:
Yang terjadi adalah, semacam di dunia perburuhan semisal di dunia akademit perdosenan negara, di sana seorang dosen yang rajin mengumpulkan jejak amal perbuatannya terkait dengan aktivitas mendosen, mengumpulkan dengan rapi rajin dan tertib secara rutin, lalu menumpuk buat dibijekke/dikasih nilai, point, atau kredit, maka si dosen itu setelah cukup nilainya akan diangkat derajatnya ke derajad yang lebih tinggi. Tingkatan derajad dosen saat ini yang sedang berlaku adalah dari asisten ahli, lektor, lektor kelapa, dan guru basar. Begitulah, dosen akan dari tahun ke tahun akan menapaki pangkat mulai dari asisten ahli, lektor, lektor kelapa lalu guru beser. Implikasinya adalah pada kewenangan dan gajian. Semakin tinggi titelnya akan semakin tinggi pontensi kewenangan untuk mengampu tanggung jawab tertentu dan pada gilirannya akan menaikkan jumlah rewards-nya.
Hal itu tidak nya terjadi di dunia perkulian di bidang akademit dalam hal ini perdosenan. Ada terjadi pula di dunia perkulian swasta.
Apa artinya? Artinya, nilai terkumpul itu tadi merupakan amal saleh masa lalu. Rewards yang naik itu merupakan pahala yang dia terima, multiplier effect.
Ada pepatah, bersusah susah dahulu berenang renang ke tepian. Berakit rakit ke hulu bersenang senang kemudian untuk menikmati pahala atau hasil dari multiplier effect tadi.
Tidak ikhlas dong?
Jangan begitu, itu adalah aturan keadilan dunia. Logikanya seperti itu. Semakin senior semakin mendapatkan hak yang lebih besar daripada si junior yang baru saja masuk dan tertatih tatih untuk belajar bekerja. Logikanya, semakin senior juga semakin bertambah tanggung jawab dan pekerjaan yang harus dia lakukan. Semakin lama, semakin berisi.
Itu idealnya.
Itu satu cara pandang.
Cara pandang mayoritas.
Ada lagi cara pandang minoritas, memandang tidak seperti itu.
Seperti apa? Semacam EGP lah. Emangnya gue pikirin. Ini cara pandang orang ndableg. Orang yang menjustifikasi bahwa mengurus pangkat itu tidak relevan dengan misi kemanusiaan dalam jangka sangat panjang. Ya, asal saja orang yang seperti ini bisa tetap suka dan rela, ya saya kira tidak menjadi soal. Dia menjadi semakin bisa lebih fokus ke tujuan hakiki dan esensi dari adanya dia. Dia tidak membuat justifikasi ini guna menjustifikasi kemalasan. Dia begitu bukan karena malas, tapi memang karena sebagai pilihan.
Spektrum dunia seperti itu: ada putih ada hitam ada di antara putih dan hitam.
Boleh saja orang EGP tersebut pada suatu saat tertentu berubah menjadi seorang ahli wasilah, lalu menjadi EGP lagi karena sifat kehidupan di dunia yang serba dinamis penuh dinamika.
Selamat menikmati liburan menjelang hari ulang tahun kelahiran Kangjeng Nabi Muhammad SAW.
Comments
Post a Comment